Denpasar – Surabaya Naik Mobil, Ngapain Sih?

Jarak antara Denpasar dan Surabaya itu sekitar 420 km, dan menurut Google Maps bisa ditempuh selama kurang lebih 10 jam 30 menit. Namun, setelah saya mencoba menempuh perjalanan itu, kesimpulannya: Google Maps itu salah! Kami perlu 12 jam saat berangkat dan 14 jam lebih saat kembali.

Tanggal 7 – 10 Mei 2019 lalu, saya bersama tiga orang kawan berangkat menuju Surabaya menggunakan mobil. Kami berempat tidak ada yang punya pengalaman cara naik kapal ferry (dengan mobil pribadi), tidak tau jalan pasti menuju Surabaya dan sebenarnya, tidak punya tujuan pasti mau ngapain ke Surabaya.

Oh ya, sebelumnya, terimakasih buat Naldo, Kevin dan Devi, that was a fun road trip. Next time, let’s go to Malang, Jogja or even Bandung. Terimakasih juga pada teman-teman KSE Universitas Brawijaya atas segala bantuannya.

Awal Mula

Awal mula ide perjalanan ini sebenarnya dari celetukan seorang teman,

Wah, kita kan udah pada wisuda nih. Sebelum dapat kerja, jalan-jalan yuk.

Saya sendiri yang sebenarnya mencetuskan ide untuk ke Surabaya, kenapa? Karena Surabaya termasuk salah satu kota besar di Indonesia dan jaraknya paling dekat dengan Bali. Setidaknya, pasti ada sesuatu yang bisa kita lakukan disana.

Sayangnya, harga tiket pesawat sedang mahal-mahalnya, padahal baru awal-awal Bulan Puasa. Hampir mau membatalkan rencana tersebut, terpikirlah untuk ke Surabaya naik mobil saja.

Part 1: Keluar dari Bali

Bagian pertama dari perjalanan panjang ini adalah keluar dari pulau Bali, jadi tujuan pertama kami adalah Pelabuhan Gilimanuk.

Melalui jalur Denpasar – Gilimanuk, jalur yang sering disebut sebagai Jalur Tengkorak-nya Bali karena selain dilalui oleh kendaraan pribadi juga dilalui oleh angkutan barang dari pulau Jawa.

Perjalanannya sih tidak mulus-mulus amat; macet, truk mogok dan jalan yang berkelok menjadi teman perjalanan.

Nah, di bagian awal tulisan ini saya sudah menulis bahwa diantara kami berempat, tidak ada yang punya pengalaman naik kapal ferry dengan kendaraan pribadi. Kami tidak tahu tatacaranya bahkan tidak tahu berapa biayanya.

Untungnya, kami mendapat sedikit ‘bantuan’ saat akan menyebrang dari Gilimanuk menuju Ketapang.

Part 2: Menuju Surabaya

Setelah menyebrang Selat Bali selama sekitar 45 menit, kami akhirnya sampai di Pelabuhan Ketapang. Berikutnya adalah menemukan jalan menuju Surabaya dan menempuh perjalanan sekitar 300 km lagi.

Yang agak kurang enak adalah menempuh perjalanan ini di Bulan Puasa. Kenapa? Karena mencari rumah makan yang buka di siang hari menjadi agak sulit. Untungnya, masih ada beberapa yang buka.

Kami melewati jalur pantura, melewati kota Situbondo, Probolinggo dan Pasuruan. Nah, disini nih hal menarik terjadi.

Sebenarnya sudah cukup gelap saat kami sampai di Pasuruan, sekitar pukul 18.00 WIB. Tapi, perjalanan masih cukup jauh dan kami benar-benar hanya berpatokan pada Google Maps.

Tapi ternyata, kami diarahkan menuju ruas jalan tol. Saya tidak hafal nama-nama ruas tolnya, tapi pokoknya itu antara Pasuruan hingga Surabaya. Jadilah perjalanan malam yang kami kira akan sedikit menyulitkan jadi sangat menyenangkan karena bisa ngebut lewat jalan tol.

Part 3: Mau Ngapain di Surabaya?

Pertama, Surabaya itu panas! Tapi, jika dibandingkan dengan daerah tempat tinggal saya di Seminyak, Surabaya itu jauh-jauh lebih hijau. Taman kotanya banyak, hutan kotanya terawat dan pohon perindangnya gede-gede.

Menjawab pertanyaan, “Mau ngapain di Surabaya?

Bahkan saat sudah sampai disana pun, kami masih bingung sebenarnya kami mau ngapain. Lewat TripAdvisor, kami akhirnya mengunjungi tempat seperti Taman Harmoni, Monumen Kapal Selam dan Taman Bungkul.

Sebenarnya sih, saya masih mau jalan-jalan di Surabaya, atau lebih tepatnya makan-makan deh. Tapi, salah seorang teman yang saya ajak ingin ke Malang dan karena dia tidak ada yang menemani, jadilah saya ikut ke Malang.

Part 4: Deg Deg-an di Malang

Jarak antara Surabaya dan Malang itu sekitar 90 km dan kami berdua menempuhnya menggunakan kereta. Ini pertama kalinya saya naik kereta apinya PT. KAI, jadi saya pribadi merasa sangat bersemangat. Walaupun CUMA NAIK KERETA.

Sampai di Malang, udaranya lebih sejuk dari di Surabaya. Saya berusaha keras untuk menikmati suasana kota Malang tapi sambil terus melihat jam.

Let me explain…

Sebelum menempuh road trip ini, saya sebenarnya sudah menaruh lamaran di beberapa perusahaan. Dan tepat ketika saya sampai di Kota Surabaya, saya mendapat undangan wawancara secara online di hari kedua liburan.

Saya sebenarnya ingin stay di Surabaya supaya bisa mencari tempat yang nyaman untuk melakukan wawancara. Tapi, saya tidak tega membiarkan teman saya sendirian ke Malang. Jadilah… Saya berserah pada rencana Tuhan Yang Maha Kuasa mengenai apa yang akan terjadi.

Part 4.5: ‘Liburan’ 8 Jam di Malang

Sampai di Malang pada pukul 10.00 WIB, tujuan pertama kami berdua adalah makan di dekat stasiun dan menuju Kampung Warna-Warni.

Kampung Warna-Warni ini adalah konsep keren yang memanfaatkan perkampungan vertikal menjadi sebuah objek wisata yang memanjakan mata. Lalu, kami menuju Batu.

Rencananya sih, kami mau mengunjungi banyak tempat, tapi hal itu sepertinya tidak memungkinkan. Jadilah, tujuan kami hanya jalan-jalan di Museum Angkut.

Masih di Museum Angkut, baru setengah jalan dan jam sudah menunjukan sudah waktunya untuk wawancara. HP saya kehabisan baterai dan kami berdua tidak ada yang membawa charger ke dalam museum.

Berita baik datang bahwa waktu wawancara dimundurkan selama satu jam.

Untungnya, teman yang saya ajak di Malang merupakan anggota sebuah paguyuban dan saya meminjam salah satu ruang sekretariat paguyuban mereka di Malang untuk melakukan wawancara.

Part 4.8: Hampir Menginap di Malang

Kebodohan pertama kami adalah tidak memesan tiket kereta untuk kembali ke Surabaya saat baru tiba di Malang. Niatnya sih kami menyerahkan semua pada nasib dan berharap yang terbaik saja.

Pada akhirnya, jam sudah menunjukan waktu berbuka puasa dan kami masih belum tahu bagaimana akan kembali ke Surabaya. Salah seorang anggota paguyuban menyarankan kami ‘mengadu nasib’ ke stasiun dan mencari kereta terakhir menuju Surabaya.

Karena merasa hari itu saya pribadi sedang beruntung, maka kami memberanikan diri untuk ‘mengadu nasib’ datang ke stasiun, mencari tiket kereta terakhir ke Surabaya. Sebenarnya sih, kami masih punya plan B yaitu naik bus dan Plan C yaitu menginap di sekretariat tadi. Tapi ya, keberuntungan masih berpihak.

Part 5: Kembali ke Bali

Perjalanan kembali ke Bali dimulai dengan keluar dari Surabaya. Jujur aja nih, saya benar-benar bingung mengendarai mobil di kota ini. Rambu dan aturannya jauh lebih rumit dibandingkan di Bali.

Bukannya kami hobi melanggar, tapi banyak ruas jalan yang dipasangi CCTV. Jadi, kami harus lebih hati-hati. Gak asik dong, sudah jauh-jauh ke Surabaya, malah ditilang cuma karena tidak mengerti aturan dan rambu.

Dari Surabaya sampai ke jalur Pantura, kami melewati tol yang sama, membayangkan bagaimana kalau tol Trans Jawa ini selesai nantinya. Mungkin kami akan naik mobil dari Bali sampai Bandung. 🙂

Tidak ada yang terlalu istimewa di perjalanan kembali, rata-rata kami sudah lelah dan berusaha menghibur diri dengan memperhatikan segala kelucuan yang kami temukan di jalan dan melakukan hal-hal ini:

  1. Mulai menyanyikan lagu-lagu K-Pop, J-Pop hingga lagu-lagu pop lama Indonesia.
  2. Menyiapkan SIM, STNK dan memasang sabuk pengaman karena mengira ada razia padahal bagi-bagi takjil gratis. Dan ikut serta mengambil takjil padahal tidak puasa. (tolong jangan ditiru).
  3. Memperhatikan truk-truk barang di Pantura dengan lampur warna-warni di malam hari.
  4. Balapan dengan truk-truk barang besar di jalur Denpasar – Gilimanuk pada malam hari.

Akhir Kata

Saya sih 89% yakin kalau kamu yang membaca tulisan ini sampai kesimpulan ini rata-rata adalah milenial, Gen Z, Gen Y atau apalah namanya. Kamu tau kenapa sebenarnya saya melakukan roadtrip tersebut?

Bukan. Bukan untuk keren-kerenan atau sekedar menambah koleksi foto di Instagram. Lebih dari itu. Saya selalu memandang perjalanan sebagai dua hal yaitu waktu kamu untuk bersantai/bersenang-senang dan waktu kamu untuk belajar.

Belajar bagaimana tidak semua hal itu selalu hitam dan putih, tidak semua hal itu harus dipatuhi tanpa berani bertanya, bahwa kita semua tidak sama.

Belum paham? Yuk, mulai petualanganmu. Tidak perlu jauh-jauh, kunjungi saja kota terdekat dengan kotamu. Rasakan lingkungan baru, bertemulah dengan orang-orang baru dan dapatkan pengalaman baru yang tidak dimiliki orang lain.

Leave a Comment